Pesan Waisak 2567/2023, Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Bhikkhu Sri Subhapanno Mahathera ( Ketua Umum/ Sanghanayaka) - Red/JBN |
JBN Indonesia, KOTA BALIKPAPAN - Yo ca rakkhati attānaṁ, rakkhito tassa bāhiro; Tasmā rakkheyya attānaṁ akkhato paṇḍito sadā’ti. (Dhammikasutta, Aṅguttara Nikaya)
(Yang artinya)
" Bila seseorang melindungi dirinya, pihak yang berada di luar pun terlindungi; Maka orang bijak semestinya melindungi diri, ia senatiasa tidak terluka".
Trisuci Waisak merupakan hari yang agung dan sakral bagi umat Buddha di seluruh dunia. Momen penting memperingati 3 peristiwa dalam kronologi kehidupan Guru Agung Buddha, dengan kesamaan ciri yakni terjadi pada purnama sidi di bulan Waisak.
Peristiwa pertama yaitu kelahiran Pangeran Siddhattha calon Buddha pada tahun 623 SM, di Taman Lumbini, Kapilavatthu, Nepal. Peristiwa kedua ialah pencapaian Bodhi, petapa Siddhattha menjadi Buddha pada usia 35 pada tahun 588 SM di Bodhgaya, India.
Peristiwa terakhir, kemangkatan atau Mahāparinibbāna Sang Buddha di usia 80 pada tahun 543 SM di Kusinara, India.
Perayaan Trisuci Waisak 2567 tahun ini jatuh pada tanggal 4 Juni 2023. Guna menghayati momen Trisuci Waisak lebih dari sekadar perayaan suci yang bersifat seremonial, Saṅgha Theravāda Indonesia mengusung tema pesan Waisak tahun ini ; " Memperkokoh Moral Membangun Kedamaian Bangsa".
Melalui pesan ini umat Buddha diajak untuk memaknai momentum Waisak dengan meneladani satu dari sekian banyak kualitas luhur Sang Buddha, yang kemudian menjadi Ajaran-Nya yang paling mendasar yaitu perihal moralitas (sīla).
Kedamaian adalah Harapan Semua Insan Kehidupan manusia tidak luput dari problematika. Berbagai persoalan tidak saja datang dari kondisi di luar diri seperti pandemi berkepanjangan, konflik antarkelompok, tindak kriminalitas, atau kemalangan yang ditimbulkan oleh jajaran pemimpin korup dan lalim, melainkan juga tidak terpisahkan dari problem yang menjadi konsekuensi manusia sebagai individu itu sendiri. Stres dan depresi adalah sedikit dari kondisi batin yang tertekan akibat ketidaksiapan dalam menghadapinya. Di lain sisi, kehidupan damai dan bahagia yang bebas dari kenestapaan senantiasa menjadi harapan setiap insan.
Pustaka Suci Tipiṭaka menyebutkan setidaknya ada empat naluri manusia yang menjadi standar ideal kehidupan yaitu memperoleh kekayaan dengan cara yang pantas, menjadi masyhur, memiliki kesehatan serta usia yang panjang, dan kehidupan bahagia di alam surga setelah kematian. Singkatnya, hidup damai dan meninggal dengan tenang.
Anāthapiṇḍika, seorang hartawan yang menjadi penyantun Saṅgha, mandatangi Sang Buddha dan mengemukakan pendapatnya tentang keempat hal tersebut. Sang Buddha menyetujui dan membenarkannya sebagai suatu pengharapan yang wajar. Sampai dengan hari ini dan bahkan seterusnya keinginan manusiawi tersebut akan tetap menjadi aspirasi semua manusia.
Dalam skala yang lebih luas kedamaian menjadi pilar penting guna kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di Tanah Air.
Negara Indonesia tercinta amat kaya akan keberagaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan bahasa. Untuk dapat terciptanya kehidupan yang damai dan tentram di tengah-tengah masyarakat yang heterogen maka diperlukan sebuah kesadaran kolektif, nilai-nilai yang menuntun pada terciptanya kerukunan dan persatuan. Dalam hal ini, khotbah Sang Buddha tentang Hal-Hal yang Membuat Dikenang, Saraniyadhamma Sutta (Aṅguttara Nikāya 6, 12) sangat relevan untuk dijadikan sebagai panduan praktis dalam menumbuhkan kesadaran akan kedamaian bangsa.
Sang Buddha menekankan, “Inilah enam hal yang membuat untuk saling mengenang, saling mencintai, saling menghormati; menunjang untuk saling menolong, untuk menghindari pertengkaran, tercapainya kerukunan dan persatuan.” Enam sebab yang dimaksud adalah memiliki [1] perbuatan, [2] ucapan, dan [3] pikiran yang disertai cinta kasih penuh ketulusan terhadap sesama. Poin berikutnya [4] sikap murah hati, [5] mempunyai kualitas moral yang sama baik, dan [6] memiliki pandangan yang setara akan kebaikan atau ajaran Kebenaran.
Membangun Kedamaian Bangsa dengan Moral Mulia Satu dari enam faktor penunjang kerukunan dan kedamaian yang tercantum dalam Sutta tersebut adalah aspek moralitas. Setiap agama mengajarkan serta menekankan pentingnya moral atau akhlak. Karena itu, agama memiliki peran signifikan bagi kehidupan manusia sebagai tatanan nilai dan pedoman hidup. Moral mulia hanya mungkin dapat terbentuk apabila dilandasi dengan pemahaman dan pengamalan ajaran agama dengan tepat.
Mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari tidak saja memberikan kedamaian bagi penganutnya melainkan juga, mengondisikan perdamaian bagi bangsa dan negara hingga bahkan dunia.
Disiplin moral yang diajarkan Sang Buddha untuk dilatih dan dikembangkan oleh pengikut-Nya dinamai Pañcasīla, latihan moral yang terdiri dari lima sasana, meliputi penghindaran diri dari aksi kekerasan dan pembunuhan, pengambilan barang yang bukan hak diri, tindakan asusila, ucapan tidak jujur, dan laku buruk mengonsumsi minuman keras.
Pañcasīla Buddhis menjadi landasan hidup beragama bagi umat Buddha. Sebagai bagian dari elemen masyarakat, umat Buddha patut berkontribusi dalam menjaga kedamaian bangsa dengan mengaktualkan Dhamma, menjalankan disiplin moral sebaik mungkin. Menekankan betapa esensialnya moralitas, Y.A. Ānanda menjelaskan bahwa tidak ada praktik kehidupan suci pada suatu agama apabila mengabaikan prinsip moral (Sandaka Sutta, Majjhima Nikāya 76). Tanpa kesusilaan akan menyebabkan ragam masalah dalam kehidupan bermasyarakat.
Perselisihan dan pertikaian, di mana tidak terdapat kedamaian di dalamnya, merupakan wujud nyata dari pengabaian aspek moralitas. Senada dengan untaian indah Dhammapada syair 6, “Banyak orang tidak menyadari bahwa dalam permusuhan mereka akan binasa. Bagi mereka yang sadar akan hal ini, mengakhiri segala bentuk permusuhan.”
Momentum Waisak menjadi penting untuk sekaligus merefleksikan nasihat-nasihat yang telah ditunjukkan oleh Guru Agung Buddha selain menyegarkan kembali ingatan pada tiga peristiwa bersejarah dalam kehidupan Beliau. Sang Buddha telah lama Parinibbāna, namun Dhamma-Nya yang menjadi sumber bahagia tak bersela waktu. Menjalankan moralitas berarti mempraktikkan Dhamma. Memiliki moralitas menuntun pada kedamaian batin serta menjadi dasar bagi perdamaian bangsa.
Selamat Hari Trisuci Waisak 2567/2023
Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, selalu melindungi. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Penulis: Bhikkhu Sri Subhapanno Mahathera ( Ketua Umum/ Sanghanayaka)
(Red/JBN)